“Rion? Kau sudah selesai mengerjakan tugas mu kemarin? Apa kau lupa untuk mematikan ac tadi malam? Hei bangun! Lihat tumpukan tugasmu Rion. Setidaknya isi perutmu dengan sarapan yang kubuat.” Teriak Frasa sambil menguncang tubuh Rion.
“Nori? Ini masih pagi, bagaimana kau bisa ada disini? Ah aku mengantuk sekali.” igau Rion.
“Bedakan aku dengan teman wanitamu itu. Aku Frasa.” ucap Frasa dengan rasa kesal.
“Ah kau lagi. Bosan aku melihatmu.”
“Jika aku enyah, apa kau tidak akan bosan?”
“Aku akan bosan”
Frasa tersenyum mendengar jawaban Rion. Ini sudah malam, tapi Rion baru saja terbangun dari acara kebut tugas sebelum deadline. Rion adalah mahasiswa semester terakhir dengan tumpukan tugas yang memenuhi rumahnya. Sedangkan Frasa hanya sebatas teman masa kecil bagi Rion. Jika pria dan wanita menjalin persahabatan, kalian tau kan akhirnya nanti bagaimana? Mengenaskan. Belum berakhir saja sudah sangat menyakitkan bagi kedua belah pihak.
“Makanlah terlebih dulu. Aku akan mencuci dan membersihkan rumah.”
“Kau bukan pembantuku. Lagipula kau sudah membersihkan rumahku tadi pagi. Kebiasaan remajamu tak pernah berubah.”
“Aku juga tak ingin merubahnya.”
“Jangan mengasihani ku. Aku tidak butuh belas kasihan.”
“Ya, aku tau. Yang kau butuhkan adalah kasih sayang. Dan akan kuberikan itu dengan sepenuh hati tanpa pamrih.”
Mereka adalah teman masa kecil. Frasa yang hidup dengan ayahnya, dan Rion yang hanya sendirian. Ibu Frasa, Ayah dan Ibu rion meninggal dalam kecelakaan bus saat mereka bersama sama akan menghadiri upacara kelulusan anak tunggal mereka. Sekarang Rion hanya hidup sendiri, bahkan hak wali Rion jatuh pada ayah Frasa.
Rumah mereka bersebelahan. Beberapa minggu ini, Karna tugas Rion yang menumpuk perhartian ekstra diberikan oleh Frasa. Tapi kadang perhatian itu menjadi kesalahpahaman dan menyebabkan mereka bertengkar seperti ini lalu mereka akan diam beberapa saat dan berbaikan saat salah satu dari mereka meminta maaf terlebih dahulu.
“Maaf” ucap Frasa.
“Hm.” Dehem Rion sambil menarik frasa untuk memeluknya. Perlakuan seperti ini pun sudah dianggap biasa.
Mereka berdua berpelukan sambil sesekali Rion menanyakan bagaimana hari gadis dipelukannya itu. Frasa tidak melanjutkan kuliah seperti Rion, ia lebih memilih tinggal dirumah menemani masa tua sang ayah sambil menulis beberapa novel untuk diterbitkan.
Pelukan itu berlangsung lama sampai perut rion berbunyi ingin diisi.
“Isi dulu perutmu. Aku membuatkanmu kentang balado dan tumis jamur. Cepat makan sebelum dingin. Aku tak akan menyuapimu.”. Rion hanya mengganguk dan memakan makanan yang sudah disiapkan Frasa.
Sambil menunggu Rion, Frasa membereskan buku buku Rion yang berserakan dilantai, Meja dan tempat tidurnya. Lalu mengecek perkembangan tugas Rion. “Kau sudah mengerjakan 5 tugas semalam? Hari ini berapa?”
“Perjalanan masih panjang. Masih ada 23 tugas, belum dengan anakan tugas dan revisi, remedial. Apa aku resign saja jadi mahasiswa?”
“Bodoh.” Umpat Frasa lalu duduk memandang laptop Rion dan mulai membantu tugas laki-laki itu. “Kenapa kau tadi mengira aku Nori?”
“Aku bermimpi tentangnya.”
“Mimpi indah atau buruk?”
“Kenapa? Apa kau cemburu?”
Frasa memilih diam.
“Itu mimpi buruk. Aku tidak ingin bermimpi seperti itu lagi.” Jawab rion sambil mengunyah makanannya. “Nori menyakitimu. Karna aku tidak terima aku membunuhnya. Aku tidak suka jika ada yang menyakitimu.”
“Jadi kau tidak menyukai dirimu sendiri?”
“Kenapa kau sangat berterus terang?”
“Karena kau yang menyuruhku seperti itu. Untuk tudak menyembunyikan perasaan dan tidak menahan diri didepanmu.” Frasa menghentikan jarinya yang sedari tadi lihai mengetik di atas laptop, “Padahal aku sudah menolak tapi kau masih memaksa. Aku takut jika kau merasa jika kau tak pantas untuk berada didekatku karena kau telah menyakitiku. Aku tidak ingin kau berfikiran seperti itu. Karna itu hanya membuat sakit kepala.”
“Hm…” deheman Rion membuat Frasa sedikit kesal.
“Lagipula, apa kau tau? Mustahil untuk tidak menyakiti seseorang. Hanya dengan keberadaan seseorang itu bisa menyakiti oranglain. Hidup ataupun mati mereka akan terus menyakiti.”
“Aku baru saja tau. Terimakasih telah memberitahuku.”
“Syukurlah jika kau sudah tau. Aku akan lebih berhati hati untuk tidak menyinggung perasaanmu.” Ucap Frasa sambil melanjutkan kegiatannya yang tadi.
“Sebenarnya, kita itu apa?” pertanyaan telak dari Rion membuat kegiatan Frasa terhenti.
“Kita, sebatas teman yang tak ingin tuntas?”
“Teman.” Tegas Rion.
“Iya kita teman.” Jawab Frasa tersenyum ssambil menengok kearah Rion yang ternyata sedari tadi menatapnya dengan serius.
Frasa beranjak berdiri dan berjalan kearah Rion. Membereskan perlengkapan makan Rion tadi dan berniat untuk segera pamit. Kisah ini, membuatnya sakit hati.
“Aku sudah meneyelesaikan tugas presentasimu. Aku juga sudah mengisi kulkasmu. Jangan lupa untuk mandi. Kau bau. Ayah menyuruhku untuk pulang cepat hari ini, aku pulang dulu. Aku akan kembali esok pagi, Selamat malam.”
“Thanks sa.” Jawab Rion sambil tersenyum.
Frasa tersenyum lalu mengangguk. Ia pergi meninggalkan kamar itu. Tak ada penjelasan. Mereka sama-sama maju untuk mengambil langkah tapi tak pernah menemukan garis finish. Ini yang membuat mereka hanya berada pada putaran bianglala. Tak ingin ada yang berubah, tapi ingin memulai lebih. Punya masing masing cara untuk menyembuhkan luka dan mereka mengerti keadaan mereka bagaimana. Keinginan mereka hanya dusta belaka.
the end